Di Australia, saya mengamati beberapa tren makanan sepertinya agak terlambat menyebar. Misalnya tentang teh hijau. Matcha rasanya cukup populer dan disukai oleh banyak orang. Baik dijadikan minuman seperti matcha latte atau dijadikan makanan seperti mochi matcha, konsumen menikmatinya. Di Indonesia, tren olahan teh dari Jepang ini sudah cukup lama populer. Sejak sebelum pandemi sudah banyak inovasi panganan dan minuman yang menggunakan matcha. Kreativitas penggunaan matcha ini beragam, mulai dari menjadi rasa cemilan manis seperti bolu dan roti bakar, yang agak aneh seperti keripik tempe, sampai yang rasanya dipertanyakan seperti ayam goreng matcha.
![]() |
Terbawa Tren dan Mencoba Membuat Matcha Latte Sendiri |
Di Negeri Kangguru ini, matcha baru populer sekitar
tahun 2024. Banyak cemilan seperti roti matcha, es krim matcha,
hingga mochi matcha yang dijual. Jika ingin mencoba warabi mochi yang
baru buka di Haymarket sampai perlu mengantri lebih dari setengah jam. Harganya
juga terbilang mahal $8 (~Rp80.000) untuk 6 potong mochi berukuran kecil. Di
hampir setiap toko boba (bubble tea) juga menambahkan menu
matcha ke dalam daftarnya. Kebanyakan macha dijadikan minuman atau topping
cemilan manis. Sepertinya belum ada yang seberani pedagang kuliner di Indonesia
yang mengkreasikan matcha dengan beragam makanan khas lokal. Sejauh ini
saya belum menjumpai burger matcha atau fish and chips bertabur bubuk matcha.
![]() |
Warabi Mochi Rasa Kinako (Bubuk Kacang Kedelai) dan Matcha |
Tren yang ketinggalan ini semakin jelas ketika saya melihat
contoh lainnya: coklat Dubai. Di bulan September 2025 di supermarket Coles
dekat rumah saya ada produk baru di rak display. Produk yang sedang
dipromosikan adalah coklat Dubai yang dibanderol dengn harga $20 (~Rp200.000)
untuk ukuran 180 gram. Seingat saya, makanan ini mulai populer dibicarakan akhir
tahun 2023. Awalnya coklat ini menjadi buah tangan yang paling dicari kalau berkunjung
ke negara-negara timur tengah. Lama kelamaan, produsen coklat lokal mulai meniru
resepnya. Bahkan ketika saya pulang ke Indonesia di awal tahun 2025, ada toko
oleh-oleh di Ciwidey yang sudah menjual coklat dengan isi kacang pistachio
ini.
![]() |
Rak Coklat Dubai di Coles Broadway (September 2025) |
Produk makanan memiliki barrier to entry yang cukup
rendah. Jika bahannya mudah ditemui, tidak butuh waktu lama untuk orang lain
meniru resepnya. Jadi wajar jika tren eksklusivitas makanan ini cepat menurun.
Saya masih heran kenapad di Negara Down Under ini ada
jeda cukup lama sebelum tren yang mendunia ini menjadi populer. Apa karena jaraknya
yang jauh? Sepertinya tidak juga karena akses ke negara-negara di Asia cukup dekat.
Apa mungkin karena penduduk di Australia cukup beragam? Keberagaman ini bisa
jadi memperlambat adopsi tren baru secara serempak. Sepertinya topik ini
menarik dikaji bagi para peneliti social science.
Komentar
Posting Komentar