Dari beragam bentuk konser, salah satu yang menarik bagi saya adalah candlelight concert, penampilan musik yang ditemani temaram nyalal lilin. Nampaknya jenis konser ini cukup populer karena banyak jadwal yang tersedia dengan beragam tema musik, mulai dari musik klasik, jazz, pop, hingga soundtrack film. Gift card yang isinya tiket menonton konser lilin ini juga banyak dijadikan pilihan untuk hadiah bagi orang terkasih.
Pengalaman Pertama
Saya jarang menonton konser. Jadi awalnya
tidak terlalu tertarik untuk menonton. Namun, ada cerita dari teman saya
yang pernah menonton dan ia puas dengan
harga yang dibayarkan. Rasa penasaran mulai puncul untuk merasakan pengalaman
itu juga.
Kebetulan waktu itu ada konser yang bertema Candlelight:
Best of Anime Soundtracks. Melihat daftar lagunya, ada banyak lagu-lagu
anime shounen yang saya suka seperti “Evangelion – A Cruel Angel's
Thesis”, “One Piece – We Are”, “Naruto – Blue Bird”, dan “Tokyo Ghoul – Unravel”.
Harganya juga masih cukup terjangkau, mulai
dari $50. Untuk standar Sydney, ini setara dua kali makan di restoran. Jika dikonversi ke dalam rupiah, ibaratnya kalau
biasa makan di restoran Rp50ribu, harga tiketnya akan menjadi sekitar
Rp100ribu. Menahan diri untuk tidak jajan di luar dua kali, sudah bisa
menikmati konser tematik.
Sekitar sebulan sebelum konser, temanya digant
menjadi Candlelight: Tibute to Joe Hisaishi. Sebagian besar lagunya
merupakan soundtrack film garapan Studio Ghibli seperti Howl’s Moving
Castle, Ponyo on the Cliff, Spirited Away, dan Laputa: Castle in the
Sky. Untungnya saya masih familiar dengan lagu-lagu di daftarnya.
Saya menoton dengan Futuha pada tanggal 3 Mei
2025. Waktu mulai konsernya jam 8.30 malam. Lokasinya di St. Stephen's Uniting
Church di Martin Place. Yups, tempatnya di aula utama gereja.
Setelah masuk saya terpana dengan interior
gereja yang dihiasi ratusan lilin. Kalau dilihat lebih dekat, ternyata objek
tersebut bukan lilin asli. Ada lampu silinder yang nyalanya berkedip-kedip bak
api di sumbu lilin. Sumber energinya dari baterai. Ekspektasi saya langsung
jatuh. Jujur, agak kecewa setelah mengetahui fakta ini.
![]() |
| Puluhan Lampu-Lilin yang Menghiasi Altar Gereja |
Kalau dipikir-pikir, wajar jika penyelenggara
memilih lampu-lilin. Nyala api merupakan fire hazard yang besar. Apalagi
untuk bangunan gereja yang interior meja dan kursinya terbuat dari kayu.
Ditambah lagi menyalakan ratusan lilin di dalam ruang tertutup dapat berisiko
membuat orang di dalamnya keracunan karbon dioksida. Saya tidak terbayang jika
lilin asli yang digunakan. Kalau tersenggol atau ada pengunjung yang pakaiannya
tidak sengaja tersulut api, akan langsung kacaulah seisi gedung.
Pintu sudah dibuka 30 menit sebelumnya dan
akan ditutup lima menit sebelum jadwal penampilan. Pengunjung dapat membeli
minum dan cemilan, ke toilet, atau melihat-lihat suvenir yang dijual. Ada juga
QR code yang berisi daftar lagu yang akan ditampilkan.
Durasi pertunjukannya 1 jam. Pemainnya merupakan string quartet. Seluruh musiknya instrumental, jadi tidak ada penyanyi.
Di situs web ketika membeli tiket ada juga
daftar lagunya dengan catatan kecil *Programme subject to change. Ada
beberapa perubahan, mulai dari publikasi awalnya yang lagu-lagu anime diganti
menjadi karya Joe Hisashi. Kemudian daftar yang dituliskan di buklet juga
berbeda dengan lagu-lagu yang ditampilkan. Di kesempatan ketika kami menonton,
daftar program yang final adalah:
- Nausicaa
of the Valley of the Wind – “Opening Theme”
- Laputa:
Castle in the Sky –
“Kimi wo Nosete (Carrying You)”
- Kiki's
Delivery Service – “Tabidachi
(Journey)”
- My
Neighbour Totoro – “Kaze
no Toori Michi (Path of the Wind)”
- My
Neighbour Totoro – “Tonari
no Totoro - Main Theme”
- Kiki's
Delivery Service – “Umi
no Mieru Machi (A Town with an Ocean View)”
- Princess
Mononoke – “Main
Theme”
- The Wind
Rises – “A
Journey (A Dream of Flight)”
- Ponyo – “Gake no Ue no Ponyo (Ponyo on
the Cliff)”
- The Tale
of Princess Kaguya –
“When I Remember This Life”
- Kikujiro – “Natsu (Summer)”
- Spirited
Away – “Inochi
no Namae (Name of Life)”
- Spirited
Away – “Always
with Me”
- Spirited
Away – “Chihiro's
Waltz”
- Howl's
Moving Castle – “Merry
Go Round of Life”
Lagu yang
saya kurang familiar hanya ”Natsu” dari film Kikojuro. Belakangan saya
tahu bahwa film ini adalah film drama tentang perjalanan seorang anak yang
mencari ibunya saat sedang libur musim panas. Bukan anime ternyata.
![]() |
| Mulai Dipersilakan Merekam Saat Lagu Terakhir |
Karena tahu
sebagian besar lagunya, saya menikmati seluruh pertunjukannya. Apalagi saya
senang karena lagu favorit saya dari Studio Ghibli diputar, “Carrying You”. Penonton
lain juga terlihat menikmati setiap alunan senar-senar dari panggung.
Waktu satu
jam tidak terasa. Ketika pemain mengatakan bahwa lagu selanjutnya adalah
penutup penampilan, para penoton pun segera mengeluarkan ponsel masing-masing.
Termasuk saya juga ingin mengabadikan momen bersama ini.
Sebelum
pulang, saya dan Futuha menyempatkan untuk foto dengan latar belakang panggung
yang masih dihiasi lilin. Kami mengantri bersama pengunjung lain. Jika tidak
ingin mengantri, penyelenggara juga menyediakan area photobooth yang
fotonya bisa langsung dicetak. Harganya mulai dari $18.
![]() |
| Foto Wajib di Depan Panggung |
Pengalaman
menonton konser nyala lilin yang pertama ini sangat berkesan. Temaran lampu
membut suasana menikmati musik semakin syahdu. Faktor lainnya adalah saya
familiar dan memang suka dengan lagu-lagu yang dengan lagu-lagu yang
ditampilkan.
Konser Berikutnya
USU (University of Sydney Union) biasa
mengadakan jalan-jalan gratis. Hari Jumat 3 Oktober 2025 agendanya menonton candlelight
concert di Sydney Masonic Center. Temanya adalah: Candlelight Jazz &
Soul: Amy Winehouse, Aretha Franklin and More. Sebenarnya saya kurang
familiar dengan nama-nama tersebut. Namun karena bisa ikut gratis jadi tetap
berangkat. Kalau bayar sendiri tiketnya mulai dari $69.
Pintu dibuka pukul 6 sore, 30 menit sebelum pertunjukan mulai. Durasi
pertunjukannya satu jam. Ruang konsernya di Grand Lodge. Setelah masuk
ke ruangan kami diarahkan ke Zone-C yang terletak di lantai 2.
Ruangannya lebih kecil dibandingkan ke St.
Uniting Church. Jumlah lampu lilinnya juga tidak sebanyak itu. Akan
tetapi karena ruangannya dua lantai jadi bisa menampung lebih banyak penonton.
Sambil menunggu, saya berkenalan dengan
beberapa teman baru dari USYD yang juga mengikuti trip ini. Diantaranya ada
Russel dari Peru, Tony dari Tiongkok, Miho dari Jepang dan Melody dari Taiwan.
Tepat pukul 6.30 dimatikan. Sumber cahaya hanya dari lilin yang berkelap
kelip.
Penyelenggara membuka acara dengan acknowledgement
of country. Selain itu ada pengingat untuk tidak merekam ataupun mengambil
gambar selama konser berlangsung. Pengambilnan gambar dan video hanya
diperbolehkan pada penampilan terakhir, yang akan diberitahukan kemudian, dengan
catatan tidak menggunakan flash.
Pemain musik mulai memasuki area panggung
diiringi tepuk tangan penonton. Totalnya ada lima orang pemain: vokalis,
pianis, basis, saksofonis, dan pemain drum.
![]() |
| Empat Pemain yang Menyajikan Penampilan Jazz |
Saya suka interaksi antara penonton dan
pemain. Penonton terlihat tenang menikmati penampilannya. Mereka tertib dan teratur,
tidak ada yang mencuri-curi untuk foto atau merekam video. Setelah sebuah lagu
selesai ditampilkan, penoton pun apresiatif dengan bertepuk tangan. Saat penyanyi
menyampaikan lelucon, penonton tertawa.
Grup musik yang tampil di malam tersebut terlihat
menikmati penampilan mereka sendiri. Mereka suka dengan lagunya. Urutan nada
musiknya juga sudah dihafal. Semangatnya terpancar dan bisa dirasakan orang
orang yang mendengarkan.

Baik Penampil dan Penonton Sama-Sama Menikmati Musiknya
Berbeda dengan yang pengalaman sebelumnya yang
penampilnya mungkin mahasiswa yang masih berlatih dan menghafal penampilannya.
Pandangan mereka tak pernah lepas dari lembar not balok. Lagipula lagu-lagu
yang dibawakan merupakan lagu Jepang, bukan lagu dalam bahasa Inggris. Belum
tentu semuanya penggemar anime dan familiar dengan terbiasa mendengar lagu-lagu
dari Negeri Sakura ini.
Dari banyak lagu yang dibawakan pada konser
jazz lalu, saya hampir tidak pernah mendengar lagu-lagu yang dibawakan. Hanya
satu, lagu terakhir yang sama tahu, Valerie dari Amy Winehouse dan Mark
Ronson. Walapun begitu, saya tetap menikmati pertunjukan dengan lampu-lampu
mirip lilin ini. Saya juga setuju dengan pernyataan Mas Rizki di akhir, “Bakal
lebih enak kalo kita boleh dengerin sambil makan steak.” Membayangkan makan malam cantik ditemani alunan musik jazz memang
menarik.




Komentar
Posting Komentar