Selain IELTS dan TOEFL, terdapat banyak bentuk tes kemampuan bahasa Inggris. Salah satunya adalah ELPT (English Language Proficiency Test). Jenis tes ini biasaya digunakan untuk mendaftar sekolah paska sarjana, sertifikasi dosen, dan melamar pekerjaan. Saya mendaftar untuk mengikuti tes yang dilaksanakan oleh UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Layanan Bahasa ITB (Institut Teknologi Bandung).
Pendaftaran dan Persiapan
Pendaftaran dilakukan secara daring melalui tes laman web UPT Layanan Bahasa. Ada dua jenis tes, daring dan luring. Tes online biayanya lebih mahal, Rp400.000, dibandingkan dengan tes offline yang biayanya Rp250.000. Sebelumnya ketika pertama saya mengikuti tes ELPT pada tahun 2014 biayanya masih Rp75.000.
Prosesnya masih manual. Peserta mengisi link di Google Form, transfer biaya keikutsertaan melalui rekening Bank Mandiri, dan mengunggahnya pada formulir tersebut. Scan atau foto KTP juga menjadi salah satu dokumen yang harus dilampirkan. Setelah mengirim form, tidak langsung otomatis terkirim konfirmasi. Mungkin di belakang sistem ada admin yang mengirim emailnya secara periodik. Saya mendapatkan konfirmasi dan informasi mengenai tes pada H-1. Surel yang dikirimkan berisi instruksi tentang apa yang perlu disiapkan, aplikasi yang perlu di-install dan tautan Zoom.
Peserta perlu menyiapkan dua alat: laptop atau komputer untuk pengerjaan, dan satu gawai lainnya untuk masuk ke dalam Zoom dan memiliki kamera yang bisa menyorot peserta saat pengerjaan. Tujuannya agar panitia dapat memantau pelaksaan tes dan mencegah terjadinya kecurangan.
Ada tiga jenis tes: listening, structure dan reading. Bagian pertama adalah listening dengan durasi selama audio yang diputar, antara 25-30 menit. Selanjutnya adalah structure yang waktu pengerjaannya adalah 30 menit. Sesi terakhir adalah reading. Peserta diberi waktu 55 menit untuk menyelesaikan bagian ketiga ini. Masing-masing bentuk tes memiliki 50 soal. Seluruh pertanyaan berbentuk pilihan ganda dengan lima opsi.
Pelaksanaan Ujian
Pada hari tes peserta dapat bergabung ke dalam Zoom dan membuka aplikasi SEB (Safe Exam Browser) setengah jam sebelum tes dimulai. Saya mengambil jadwal pukul 13.30 WIB. Tepat pada waktu tes yang telah ditentukan, panitia membacakan instruksi tes dalam bahasa Indonesia. Oh ya, surel petunjuk tes dan konfirmasi juga ditulis dalam bahasa Indonesia. Sepertinya semua pesertanya merupakan WNI (Warga Negara Indonesia).
Pengerjaannya ternyata menggunakan Google
Form. Peserta mengisi data diri, selanjutnya panitia akan menampilkan kata
kunci di Zoom, yang digunakan untuk memulai tes. Setiap selesai sesi, akan ada passcode
baru untuk lanjut ke bagan tes berikutnya. Masing-masing bentuk tes
ditampilkan dalam satu halaman, jadi peserta bisa melihat seluruh pertanyaan
sekaligus.
Sejujurnya pengalaman tes seperti ini mengecewakan jika dibandingkan tes-tes bahasa Inggris lain yang saya ikut. Ada beberapa poin yang menurut saya bisa menjadi bahan pertimbangan UPT Layanan Bahasa untuk meningkatkan layanan tes ini:
1. Audio Listening yang Tegantung Alat
Audio diputarkan melalui Zoom. Panitia melakukan share computer sound, dan peserta menjawab dari perangkat yang digunakan untuk melakukan tes. Hal ini memengaruhi kejelasan suara juga. Jika ada peserta yang audio perangkatnya kurang baik, kualitas suara juga akan terpengaruh.
Pada tes bahasa Inggris lain biasanya audio
terintegrasi dengan perangkat tes. Jadi peserta cukup menggandalkan perangkat
pemutar suara dari laptop atau komputernya.
Berbeda dengan ujian lainnya, pada ELPT di awal tidak ada pengecekkan apakah suara sudah terdengar jelas atau tidak. Panitia langsung memutarkan rekamannya.
Oh ya, awalnya instruksi listening dibacakan oleh orang Indonesia, terdengar dari aksen yang khas ketika berbicara bahasa Inggris. Namun, untuknya ketika masuk ke pengerjaan soal dialog dan narasi dibacakan oleh penutur asli bahasa Inggris.
2. Opsi Jawaban yang Random
Sepertinya bentuk tes di Google From diatur untuk memunculkan pilihan jawaban secara random. Misalnya pertanyaan tentang bagian mana yang benar, salah satunya ada opsi ‘Both A and B’, tetapi muncul pertama. Hal yang membuat bingung adalah dari lima jawaban, dua diantaranya benar menurut saya. Jadi saya agak ragu mengenai jawaban yang dipilih. Kalau mau menambahkan opsi jawaban seperti itu, akan lebih baik jika urutan jawaban tidak diacak.
3. Keterbacaan Tulisan yang Terbatas
Kekecewaan saya memuncak saat bagian tes
teakhir. Totalnya ada lima bacaan singkat, yang masing-masing diikuti dengan
sepuluh pertanyaan. Hal yang membuat kecewa antara lain:
- Tulisan merupakan hasil pindai
(scan), dan bukan dengan kualitas yang terbaik. Sebagian tulisan tidak
terbaca. Misalnya ada kata ‘mail’ yang terlihat seperti ‘mall’
- Gambar hasil pindai ukurannya
relatif kecil, diperpasah dengan fakta lagi tidak dapat diperbesar, membuat
membaca teks semakin menantang.
- Ada beberapa tulisan yang tidak
ada tulisan penanda baris. Pada tes bahasa Inggris lainnya biasanya ada penanda
angka (5), (10, (15), dan seterusnya yang menandakan urutan baris pada bacaan.
Dari lima bacaan yang ditampilkan saat tes, hanya dua yang memiliki penanda
urutan baris. Tulisan kecil itupun diperparah dengan kualitas scan yang kurang
baik, yang membuat angka tidak terlihat dengan jelas. Terdapat soal yang
menanyakan arti sebuah kata pada baris ke-26, terpaksa saya perlu menghitung
baris dari awal bacaan.
- Terdapat beberapa kesalahan ketik. Jika masih draft tulisan, adanya typo masih bisa dimaklumi. Namun, apabila saltik masih ada pada tes yang resmi hal ini dapat menjadi suatu kekurangan yang siginifikan. Tidak hanya satu, tetapi ada beberapa saltik pada pertanyaan bagian reading. Beberapa yang saya ingat misalnya ada ‘hypnotheses’ yang seharusnya ‘hypotheses’, ‘childlln’ yang benar ‘children’, serta ‘gins’ yang mestinya ‘girls’.
4. Format Tes yang Tidak Aksesibel
Bantuk tes yang manual dengan Google Form masih punya keterbatasan dalam tampilan dan aksesibilitas. Ukuran dan jenis tampilan font tidak dapat dimodifikasi oleh peserta. Warna dan latar belakang juga tidak dapat dirubah sesuai kebutuhan. Jadi sepertinya peserta yang membutuhkan aksesibilitas lebih tinggi akan menemui kesulitan saat mengerjakan tes.
Karena semua pertanyaan ditampilkan sekaligus, peserta tidak dapat mengetahui pertanyaan mana yang sudah terjawab, berapa lagi sisa pertanyaan yang perlu diselesaikan, apalagi menambahkan tanda jika tidak yakin pada jawaban tersebut. Peserta benar-benar perlu mengecek dari awal sampai akhir dengan cermat untuk memastikan semua jawaban terisi sebelum waktu berakhir.
Biasanya sisa waktu pengerjaan bisa dilihat
langsung di layar ujian. Namun untuk tes ini timer ditampilkan pada
layar Zoom. Karena berbeda perangkat, peserta perlu menolah dan melihat layar
gawai satunya untuk dapat mengetahui berapa lama waktu yang masih dimiliki
untuk pengerjaan soal. Di bagian structure panitia mengingatkan sisa
waktu 5 menit lagi secara verbal melalui Zoom. Pengingat untuk bagian reading
disampaikan 10 menit sebelum waktu habis.
-
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh UPT Layanan Bahasa ITB dalam penyelenggaraan tes bahasa Inggris ini untuk meningkatkan kualitas jasa dan kepuasan peserta tes . Jika mengadopsi platform lain untuk tes mungkin memakan biaya yang tinggi, hal kecil pertama yang bisa dilakukan adalah memastikan tidak terdapat kesalahan tulisan pada seluruh poin pertanyaan dan jawaban. Saya yakin unit ini terbuka terhadap masukan dan memiliki keinginan untuk memberikan layanan yang semakin baik lagi ke depannya.
Tulisan ini bukan untuk menyerang ataupun menejelekkan UPT Layanan Bahasa ITB. Selain untuk memberikan refleksi dan evaluasi kepada penyelenggara, tujuanya adalah untuk membuat pembaca, yang mungkin akan mengikuti tes ELPT dalam waktu dekat, agar lebih bisa mengantisipasi saat akan ikut tes.
Komentar
Posting Komentar