Hari Sabtu tanggal 29 April 2016 lalu,
sewaktu Saya mau berangkat keluar dari kostan yang kebetulan berseberangan
dengan TK Santa Miriam Balikpapan, tengah ada acara di sekolah tersebut. Walaupun bukan
bertepatan dengan tanggal 21 April, sedang ada perayaan hari Kartini yang cukup meriah. Terlihat
anak-anak berbaris menggunakan pakaian adat tradisional, orang tua yang
mengabadikan momen anak, guru-guru yang mengarahkan siswa-siswinya. Jalanan
depan TK juga diramaikan dengan mobil-mobil yang parkir di kanan-kiri jalan dan
para pedagang yang memeriahkan momen hari Kartini tersebut.
Acara tersebut terlihat menyenangkan.
Melihat anak kecil yang lucu dan menggemaskan tampil di atas panggung dengan
menyanyikan lagu Ibu Kita Kartini. Setiap kelas bergantian menyanyikan lagu
nasional tersebut dengan dipimpin oleh seorang dirijen yang juga anak-anak.
"Ayo anak-anak kita menyanyi dulu", seru sang guru.
Momen lucu terjadi ketika giliran
sebuah kelas dan semua anak sudah pada posisinya di atas panggung namun
dirijennya belum datang. Terdengar dari pengeras suara sang guru memanggil-manggil
nama anak yang berperan jadi dirijen dan orang tuanya. Tak berapa lama yang
ditunggu datang. Kemudian ia bersama ibunya turun dari mobil dan berjalan
terpogoh-pogoh. Sang anak terlihat cantik menggunakan pakaian adat Bali dan tak
ketinggalan sanggul keemasan yang bahkan lebih tinggi dari kepala sang anak.
Hoo, mungkin pemasangan sanggul itu yang membuat sang dirijen datangnya mepet.
Satu hal yang menarik perhatian Saya
adalah menyaksikan beragamnya kostum yang dikenakan anak-anak di TK yang terletak di belakang RS Pertamina Balikpapan itu. Kalo dulu di sekolah Saya ketika perayaan hari Kartini,
anak-anak memang menggunakan pakaian tradisional. Namun, biasanya tidak jauh-jauh
dari pakaian adat Sunda dan Jawa. Paling banter mungkin dari Bali. Di TK atau
SD lain pun gak jauh berbeda. Nah, kalo di Santa Miriam, pakaian adatnya benar-benar beragam. Ada
yang pakai kain ulos khas Sumatra Utara, topi segitiga dari Minang dan Melayu, hiasan
khas kepada Lampung, kebaya Sunda, pakaian adat Betawi, baju adat Jawa, pakaian
tradisional Bali, Bugis, Toraja, Minahasa sampai pakaian dari Papua. Beberapa pakaian adat yang belum dapat
Saya identikasi. Ada juga anak-anak yang pakai baju tentara, outfit pejuang kemerdekaan seperti di
film Darah Garuda dan baju merah Shaolin.
Saya pribadi terpukau bagai melihat
parade kostum nusantara dalam satu tempat. Panduan warna-warni tersebut membuat
kita berdecak kagum dan tentunya jadi objek menarik untuk di-posting di Instagram. Pakaian
tradisional tersebut bisa jadi milik sendiri, pinjam di penyewaan baju adat
atau mungkin pinjam ke kerabat.
Beragamnya pakaian tersebut sedikit
banyak mencerminkan juga beragamnya suku bangsa yang tinggal di Balikpapan. Ya,
kota ini adalah kota para perantau. Hampir tidak ada suku asli kota ini.
Kebanyakan adalah pendatang yang berasal dari luar daerah atau luar pulau. Pun
demikian, warga Balikpapan dapat hidup berdampingan dengan aman dan nyaman.
Hampir tidak ada konflik yang terjadi di kota pesisir ini. Salah satu contoh
penerapan slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda
tapi tetap satu) di kehidupan sehari-hari. #weloveBalikpapan
Komentar
Posting Komentar