Pada bulan Ramadhan tahun ini ada hal yang lucu pada kelompok mengaji di lingkungan rumah saya. Biasanya anak-anak mengaji di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di sebelah masjid pada sore hari. Namun sudah beberapa hari jumlah murid yang hadir berkurang cukup banyak.
Ternyata, ada guru ngaji yang membuka kelas mengaji untuk anak-anak di dekat rumah. Biaya jasa yang ditawarkan lebih murah dibandingkan TPA. Kalau ikut belajar mengaji di TPA setiap anak diminta membayar iuran sebesar Rp60.000 per bulan, jika ikut belajar di guru ngaji yang baru iurannya hanya sebesar Rp20.000 per bulan. Potongan biaya yang signifikan ini membuat banyak anak yang beralih ke tempat ngaji yang baru, termasuk Abil pun ingin ikut pindah karena teman-temannya lebih memilih tempat yang baru.
Harga murah di awal belum tentu tetap murah juga dalam jangka panjang. Setelah pulang dari mengaji di tempat yang baru, anak-anak melaporkan ke orang tuanya kalau ada iuran tambahan. Karena tempat yang digunakan sudah lama tidak digunakan, harus dibersihkan terlebih dahulu. Karpet pun harus dicuci agar bersih dan tidak berdebu. Alat-alat kebersihan juga perlu dibeli untuk menjaga kebersihan dan mengikuti protokol kesehatan. Iuran kebersihan sebesar Rp20.000 menjadi tambahkan. Ketika belajar, ada bahan dan lembar isian yang dibagikan kepada peserta mengaji. Ditotal-total dalam sebulan biaya fotokopi bisa mencapai Rp20.000. Karena baru dibentuk, kelompok mengaji ini belum memiliki seragam. Walaupun anak-anak sudah punya seragam dari TPA yang lama, tapi karena ingin membedakan dengan kompok tersebut maka diusulkan untuk membuat seragam baru. Ada lagi biaya tambahan untuk menjahit seragam. Kalau ditotal biaya perbulannya mencapai lebih dari Rp60.000.
Banyak anak dan orangtua yang awalnya terpikat dengan promosi harga lebih murah, tanpa mempertimbangkan biaya tersembunyi yang mungkin akan muncul. Kalau ditanya dengan harga yang lebih rendah apakah kualitas pengajarannya juga akan menurun? Kalau dalam kasus ini tidak. Ini plot twist-nya. Ternyata guru ngaji yang membuka kelas baru sama dengan guru ngaji yang biasa mengajar di TPA. Jika jadwal di TPA setiap hari Senin, Rabu, dan Jum’at maka jadwal belajar kelas baru setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mungkin sang guru ingin lebih banyak mengajar sehingga membuka kelas lagi, positive thingking saja.
Referensi
Xia, L., & Monroe, K. B. (2004). Price partitioning on the internet.
Journal of Interactive Marketing, 18(4), 63-73.
Komentar
Posting Komentar