“ITB buka kampus di Cirebon? Itu ITB atau ITC?”
Berdasarkan kerjasama dengan
pemerintah Jawa Barat, ITB (Institut Teknologi Bandung) membuka kampus baru di
Cirebon. Salah satu tujuannya adalah memenuhi syarat multicampus berdasarkan
kriteria dari world class university. Setelah peletakkan batu pertama di
tahun 2018, akhirnya bangunan kampus di kecamatan Arjawinangun digunakan untuk
perkuliahan offline pada tahun 2022.
Kebetulan saya diminta untuk
berkunjung ke kampus ITB Cirebon untuk membantu persiapan dan perkuliahan
jurusan Teknik Industri (TI) di pekan pertama. Sebenarnya mengenai administrasi
sudah ada karyawan tata usaha yang mengurusi, dan ada dosen juga yang khusus
ditugaskan untuk mengelola TI di Cirebon. Jadi selama sepekan pekerjaan saya
hanya memantau kampus baru dan menikmati kota Cirebon.
Mulai Kuliah Luring Pertama Kali
Peraturan rektor mewajibkan
perkuliahan pada semester I tahun ajaran 2022/2023 diselenggarakan secara
luring. Di departemen TI terdapat 6 orang dosen yang direkrut untuk penempatan
kampus Cirebon. Namun 4 diantaranya sedang tugas belajar dan seorang lagi akan
berangkat untuk studi dalam waktu dekat. Oleh karena itu banyak dosen Ganesha
yang naik shuttle dari Bandung untuk mengampu mata kuliah di Cirebon.
Perkuliahan pertama di kampus yang baru konsepnya mirip seperti
me-release Minimum Viable Product (MVP) ke pasar. Walaupun keadaan masih
terbatas, tapi dicoba dahulu untuk menjalankan perkuliahan. Nanti seiring
berjalannya semester fasilitas akan ditingkatkan secara bertahap. Dalam banyak
seminar bisnis pun sering digaungkan untuk memulai dulu dan secara berkala
melakukan perbaikan sambil jalan. Untuk dapat menjual MVP pun ada syarat baseline
yang harus dipenuhi agar produk layak digunakan oleh konsumen. Namun
menurut pengamatan saya perkuliahan di Cirebon nyaris tidak memenuhi kriteria
dasar untuk kelayakan menjalankan perkuliahan tersebut.
Spanduk "Selamat Datang Mahasiswa Baru di Kampus ITB Cirebon". Sumber: Dokumentasi Pribadi |
1. Sulitnya Mengatur Jadwal dan Ruangan
Sekarang terdapat 7 program
studi (prodi) yang melangsungkan perkuliahan di kampus Cirebon. Baru terdapat
dua gedung yang sudah rampung. Kapasitas ruangannya pun terbatas. Untuk
mengatur antara jadwal kuliah, jadwal dosen, dan ruangan yang tersedia
merupakan suatu kendala sendiri. Dosen pengampu memiliki constraint harus
mengajar juga di Bandung sehingga pilihan waktu untuk mengajar di Cirebon
terbatas. Jumlah peserta kelas beragam and kapasitas masing-masing ruangan
beragam.
Misalnya tata usaha sudah
mengatur suatu mata kuliah yang pesertanya 80 orang pada hari Senin jam 8 – 11
pagi. Jadwal ini sebelumnya sudah didiskusikan dengan dosen pengampu. Namun
setelahnya perlu mencari ruangan dengan berdiskusi bersama prodi lain di
Cirebon. Terkadang sulit untuk mendapatkan ruangan yang dapat menampung semua
peserta, karena di prodi lain pada waktu yang bertepatan ada perkuliahan yang
sama-sama membutuhkan kapasitas ruang kelas yang besar. Maka harus dicari jalan
tengahnya untuk dapat memfasilitasi semua peserta yang telah mengambil mata
kuliah ini di rencana studinya. Kalau di kampus Ganesha, banyak ruangan yang
tersedia sehingga untuk perkuliahan yang membutuhkan jumlah kursi yang banyak
tidak sulit mencarinya.
Kelas Riset Operasional II yang Padat (2 Kelas Terpaksa Digabungkan). Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Selain mencocokkan jadwal dengan
availabilitas ruangan juga perlu mencari jalan tengah diantara kuliah wajib dan
kuliah pilihan. Untuk TI Cirebon mata kuliah pilihan dalam prodi yang dibuka
dan diambil sangat terbatas. Jadwal kuliahnya pun ada yang bentrok dengan mata
kuliah wajib. Misalnya mata kuliah TI4033 Perancangan dan Transformasi Proses
Bisnis yang dijadwalkan hari Senin pukul 14 – 16 WIB. Padahal peserta kelasnya
ada jadwal mata kuliah wajib TI4091 Tugas Akhir 1 dari pukul 13 – 15 WIB.
Sebenarnya jika ada mata kuliah yang bentrok mahasiswa disarankan untuk
memprioritaskan mata kuliah wajib di atas mata kuliah pilihan. Namun untuk
dosen pengampu mata kuliah pilihan ini akomodatif sehingga mau mencari alternatif
waktu lainnya yang sama-sama cocok.
Akhirnya dipillah jadwal kuliah
Perancangan dan Transformasi Proses Bisnis menjadi hari Jum’at pukul 14 – 16
WIB. Ternyata di hari tersebut ternyata mendadak ada jadwal kuliah waib TI3103
Pemodelan Sistem jam 13 – 15 WIB yang baru diberitahukan pagi harinya. Sekitar 20 orang mahasiswa dari total peserta
kelas 30 orang harus terlambat mengikuti kelas pilihan karena harus masuk kelas
wajib dahulu. Walaupun jadwal sudah diganti, ternyata masih bentrok karena
jadwal perkuliahan pekan pertama yang masih dinamis.
2. Keterbatasan Dosen Pengampu
Beberapa mata kuliah diselenggarakan
secara hybrid. Ada mata kuliah yang dosennya mengampu dari kampus
Ganesha dan mahasiswa bergabung Zoom dari Cirebon. Berdasarkan peraturan dari
pusat, walaupun kuliah dilakukan secara daring mahasiswa tetap wajib bergabung
dari kampus. Dosen yang terpaksa harus mengampu secara online ini
biasanya karena ada jadwal mengajar di kampus Ganesha dan Cirebon pada hari
yang sama. Dengan jarak Bandung dan Cirebon yang cukup jauh, tidak feasible untuk
bolak-balik mengajar di hari yang sama. Misalnya paginya mengajar di Ganesha,
kemudian sorenya sudah ada kelas lagi di Arjawinangun belum memungkinkan.
Selain itu ada juga perkuliahan hybrid
tapi dosen dan mahasiswa sama-sama bearada di Cirebon. Ini yang cukup aneh.
Misalnya ada mata kulah TI3102 Riset Operasional II (Operational Research)
yang dibagi menjadi dua kelas untuk TI Cirebon. Masing-masing jumlah pesertanya
lebih dari 40. Karena dosen pengampunya terbatas, Pak Suprayogi harus mengajar
satu kelas secara tatap muka dan secara bersamaan kuliah ini disiarkan secara
daring melalui Zoom untuk disimak mahasiswa di kelas sebelah. Jika digabungkan
pengajaran tidak efektif.
Mencoba Kuliah Hybrid Pertama Kali. Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Perlengkapan dan runang kelas
untuk kuliah hybrid sudah disiapkan. Dan pada pekan sebelumnya kami
sudah mengecek dan mensimulasikan kuliah kombinasi ini. Namun ketika berjalan
realitanya kelas seperti ini tidak efektif bagi pesertanya. Mahasiswa yang
masuk di kelas tatap muka dapat menerima materi dengan jelas. Namun mahasiswa
yang hanya menonton perkuliahan dari layar tidak mendapatkan pengalaman kuliah
seutuhnya. Beberapa masalah yang dihadapi misalnya speaker yang suaranya
tidak jelas. Pengeras suara menggunakan proyektor yang kadangkala suaranya
pecah jika volume terlalu keras. Jika dosen menulis di papan tulis, peserta
yang ikut secara online tidak dapat melihat tulisannya dengan jelas.
Dosen biasanya fokus ke mahasiswa yang duduk di depan matanya. Peserta kelas
yang bergabung di Zoom kadangkala tidak terperhatikan.
3. Minimnya Fasilitas Pendukung
Untuk menjalankan perkuliahan, komponen
penyusunnya tidak hanya ruang kelas, dosen dan mahasiswa saja. Tetapi
perlengkapan pendukung seperti jaringan internet, layar dan proyektor, serta
pengeras suara juga perlu disiapkan untuk memastikan perkuliahan berjalan
dengan maksimal. Namun untuk beberapa fasilitas masih ada kurang. Karena jumlah
proyektor yang masih terbatas tidak setiap ruangan memilikinya. Jadi jika semua
proyektor sedang digunakan bersamaan bisa jadi ada ruang kuliah yang tidak
dapat menyorotkan tampilan komputer. Proyektor ini bukanlah suatu hal yang
wajib. Dosen bisa saja mengajar sepenuhnya menggunakan papan tulis dan spidol
seperti dahulu. Tapi seringkali ketika kuliah ada hal yang ingin ditampilkan
dari laptop sehingga adanya penyorot gambar dapat menunjang pembelajaran.
Jaringan internet yang lancar
merupakan fasilitas yang vital, terutama untuk kuliah hybrid. Sayangnya
koneksi di kampus Cirebon masih kurang stabil, padahal saya sudah menggunakan
WiFi Eduroam, Hotspot ITB dan Hotspot ITB gratis. Kata Pak Sukoyo ketiga jaringan
tersebut menggunakan router yang sama jadi walaupun berpindah jaringan
kalau sedang tidak stabil ya tetap tidak terputus-putus koneksinya. Salah satu
solusinya adalah dengan menggunakan kabel LAN agar lebih stabel. Namun karena
tidak mempersiapkan kabel ini terpaksa koneksi saya terputus beberapa kali
ketika sedang kuliah virtual. Hingga akhirnya jaringan lebih stabil ketika
menggunakan mobile data thetering dari HP sendiri.
Ada insiden yang cukup memalukan
pada hari Jumat. Siang hari setelah jumatan jaringan internet di Gedung
Multifungsi B down seluruhnya. Penyebabnya ada pemasangan jalan yang
membuat koneksi harus diputus untuk sementara. Kak Fathiro, yang siang itu
mengampu kuliah hybrid dari Bandung sampai bilang bahwa kuliah offline
perdana di kampus Cirebon ini bukan MVP karena bahkan tidak memenuhi baseline
untuk menyediakan koneksi internet. Akhirnya mahasiswa dipindahkan ke
Gedung Multifungsi A yang jaringan internetnya masih berfungsi.
Selain fasilitas di kelas, perlu
juga disediakan fasilitas penunjang bagi kehidupan kampus. Pada hari Senin yang
merupakan hari pertama perkuliahan, belum ada kantin yang menjual makanan.
Padahal lokasi Arjawinangun agak jauh, jarang ada yang berjualan makanan, dan
jarang ada GoJek atau Grab yang lewat. Jadi alternatifnya mahasiswa perlu
membawa bekal makan siang sendiri. Untungnya pada hari Selasa ada yang
berjualan siomay dan Koperasi Keluarga Pegawai mulai berjualan nasi kotak di
hari Rabu. Sedikitnya jumlah kompetitor penyedia makanan mungkin bisa menjadi
peluang bagi mahasiswa untuk menambah pundi-pundi keuangan atau menjalankan
program dana usaha organisasinya.
Meja Pingpong, Salah Satu Fasilitas Umum yang Menemani Mahasiswa di Sela Waktu Kuliah. Sumber: Dokumentasi Pribadi |
Jauhnya lokasi kampus
Arjawinagun ini membuat banyak mahasiswa memilih untuk indekos di daerah
Watubelah yang masih dekat kota. Di Watubelah pilihan tempat tinggal cukup
banyak, mencari makanan lebih mudah dan lebih ramai. Jika malam hari di
Arjawinangun sepi, sulit membali makan, dan belum ada tempat hiburan. Untungnya
kampus menyediakan bus shuttle dengan jam keberangkatan tertentu untuk
memfasiliasi mahasiswa berangkat dari Watubelah ke Arjawinangun dan sebaliknya.
Namun jadwal bis tidak selalu on
time. Misalnya bisa yang seharusnya berangkat jam 8 pagi dari Watubelah
baru bertolak pukul 08.45. Akibatnya mahasiswa yang seharusnya bisa masuk kelas
jam 9 terpaksa datang terlambat. Mereka ketinggalan cukup banyak materi di awal
dan dosen pengampu mungkin merasa agak sedikit terganggu ketika di tengah kelas
banyak mahasiswa yang bergelombol baru masuk kelas.
Pada masing-masing gedung sudah
terdapat mushola laki-laki dan perempuan. Namun masih belum ada masjid. Hari
Jumat sebelum kuliah mulai, saya berjumatan di Masjid Brimob yang jaraknya
sekitar 800 meter dari kampus. Kalau jalan lumayan, untungnya saya ikut naik
mobil bersama karyawan lainnya. Pada hari Jumat pekan pertama kuliah ini
ternyata pengelola kampus Cirebon mencoba menyelenggarakan Jumatan di dalam
kampus. Bagain tengah gedung B dipasangi karpet dan diletakkan mimbar untuk khotib.
Imam dan penceramahnya merupakan ustadz yang tinggal di dekat kampus.
Merasakan menjadi jamaah shalat Jumat pertama di kampus Cirebon merupakan
pengalaman yang cukup membanggakan.
Jadi Jamaah Jumatan Perdana di Kampus ITB Cirebon. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kampus ITB Cirebon di Kecamatan
Arjawinangun akhirnya dapat difungsikan untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Di awal masih banyak kekurangan dari segi penjadwalan, alokasi
ruangan, dosen pengampu, hingga fasilitas pendukung. Namun dengan kerja sama
dari seluruh elemen, mulai dari pengelola Cirebon, rektorat di pusat, dosen,
hingga tenaga akademik perlaha-lahan pelaksanaan perkuliahan di kampus Cirebon
kualitasnya dapat sama atau mungkin lebih baik dibandingkan kampus Ganesha.
Komentar
Posting Komentar