Semenjak pandemi, di kota-kota besar jumlah pengguna sepeda semakin meningkat. Setelah penyebaran Covid-19 mulai terkendali dan kuliah sudah mulai kembali menerapkan pemelajaran tatap muka, banyak mahasiswa, tenaga kependidikan, dan dosen yang sering melakukan perjalanan pulang pergi ke kampus menggunakan sepeda. Termasuk di ITB semakin banyak sepeda yang berseliweran di dalam kampus.
Dengan
jumlah pengguna sepeda roda dua yang semakin banyak sayangnya menurut saya ITB
belum memprioritaskan pengembangan untuk memfasilitasinya. Misalnya jumlah
parkiran sepeda belum ditambah secara signifikan. Terlebih dengan revitalisasi
beberapa tempat di kampus, untuk sementara terdapat tempat-tempat parkir sepeda
yang tidak bisa digunakan. Misalnya parkiran sepeda di Boulevard sedang tidak
dapat diakses karena perbaikan tampilan gerbang selatan kampus Ganesha.
Ada dua
pengalaman yang semakin membuat saya merasa kebijakan di ITB belum terlalu
akomodatif bagi pengguna sepeda belum. Pertama, sepeda saya dipindahkan karena
menempati parkiran motor. Awal-awal membawa sepeda, saya menempati parkiran
motor yang ada yang di dekat Labtek III. Alasannya karena terdapat atap yang
dapat melindungi sepeda dan tas kecil yang saya sematkan di sampingnya dari tempias
ketika hujan. Tak lupa saya menggembok ban untuk menjaga keamanannya.
Waktu itu Pak
Hakim (Abdul Hakim Halim) mau meminjam helm karena beliau akan berangkat ke Lembang
namun lupa membawa pelindung kepala sendiri. Ketika turun ke parkiran, saya
kaget melihat pada tempat memarkirkan sepeda pagi tadi sudah diganti dengan motor.
Saya jadi kebingungan dan berpikir jangan-jangan saya lupa di mana memarkirkan
sepeda. Bahkan sempat terlintas di benak saya bahwa ada yang mencurinya. Saya
pun menanyakan kepada Bu Neni, penjaga keamanan yang bertugas di dekat gedung Labtek
III. Ternyata sepeda saya ada diamankan di pos satpam. Alasannya karena tempat
saya parkir adalah tempat motor. Jadi hanya motor yang bisa parkir di sana.
Selain itu untuk sepeda sebaiknya dikaitkan dengan kunci sepeda ke tiang atau
objek lain yang dapat mengikat, agar tidak mudah diambil orang. Kalau hanya
bannya saja yang dikunci, sepeda masih bisa ditarik dan dipindahkan. Alhamdulillah
sepeda saya masih ada dan dibantu dijaga oleh satpam. Sejak saat itu saya
selalu menggembok badan sepeda ke tiang parkiran.
Pengalaman
kedua adalah sewaktu saya ingin parkir di Labtek V dan diminta satpan untuk
pindah. Saya ingin menyerahkan sebuah dokumen di Fakultas Teknologi Industri
(FTI) yang ada di Labtek V. Dari Labtek III saya naik sepeda ke Labtek V. Ketika
sudah sampai, saya memarkirkan sepeda ti lahan yang biasa digunakan untuk
parkiran motor. Di dekat parkiran tersebut saya belum melihat ada parkiran
sepeda atau tiang untuk menambatkannya. Kebetulan ada satpam yang sedang duduk
di sekitaran itu. Ia melarang saya untuk menempati lahan yang diperuntukkan
untuk motor dan mengarahkan saya untuk menaruh sepeda di parkiran khusus sepeda
di Labtek VIII. Agaknya di Labtek ini belum ada tempat khusus untuk memarkirkan
sepeda. Namun setelah berargumen bahwa hanya sebentar dan meminta izin ke satpam,
saya pun diberikan izin untuk menempati tempat di sebelah pohon untuk
meletakkan sepeda.
Saya saat mengapresiasi
niat baik para satpam, karena pernah beberapa kali terjadi kehilangan sepeda di
dalam kampus. Dan mereka juga hanya menjalankan aturan dari atas. Jadi tidak
dapat disalahkan tentang perbuatannya yang rasanya lebih mementingkan motor dan
mobil.
Walaupun jumlah
pengguna sepeda sudah semakin banyak di kampus. Tampaknya prioritas
pengembangan kampus masih belum diarahkan untuk mendukung kenyamanan pengguna sepeda.
Setidaknya langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyediakan lahan parkir
khusus untuk menambatkan sepeda di lebih banyak Labtek dan gedung kuliah. Jika
sudah lebih nyaman, saya yakin akan semakin banyak lagi sivitas akademika yang
rutin ke kampus dengan mengayuh kendaraan yang rendah emisi gas rumah kaca ini.
Komentar
Posting Komentar