Kesabaran merupakan suatu kemampuan yang mutlak harus dimiliki pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan orang lain seperti teller bank, front officer, atau operator call center. Terkadang sifat dan watak buruk manusia keluar dari pelanggan atau tamu. Oleh karena itu para petugas garda depan ini harus bisa memberikan pelayanan dengan sabar.
Ketika menjalankan virtual tour saat pandemi
Covid-19, saya berperan sebagai contact person. Ada beberapa pertanyaan
dari peserta yang terkadang membuat saya heran. Misalnya di poster dan
di caption tertulis hari, tanggal, dan waktu acaranya. Namun ada saja yang
bertanya, “Kak, acara virtual tour-nya kapan ya?” Sepertinya riset
tentang rendahnya literasi masyarakat Indonesia memang valid.
Saya menemukan salah satu orang yang
benar-benar sabar dalam pelayanan. Beliau adalah Pak Ponco (Ponco Ajiwantoro),
Visa Coordinator Australia Awards Indonesia. Saya mengikuti sesi visa briefing
pada hari Sabtu, 26 Agustus 2023. Beberapa hari sebelumnya beliau sudah
mengirimkan petunjuk pengisian form pembuatan visa melalui email.
Langkah-langkah pengisiannya cukup mudah dipahami. Peserta diharapkan untuk
membuat draft aplikasi, kemudian sesi pada hari Sabtu tujuannya adalah untuk
pengecekkan dan tanya jawab.
Selama sesi, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh peserta kebanyakan pertanyaan yang dasar. Misallnya ada yang
bertanya, “Kalau nama saya Muhammad Akbar (hanya contoh, bukan nama
sebenarnya), bagaimana mengisi kolom given name dan family name?
Saya tidak punya nama keluarga”. Pak Ponco pun menjawab, “Bapak bisa mengisikan
Muhammad sebagai given name dan Akbar sebagai family name.” Kemudian
orang yang bertanya menanggapi, “Tapi Akbar itu nama saya, bukan nama keluarga
saya.”
Kalau saya menghadapi pertanyaan-pertanyaan
semacam itu, mungkin saya akan emosi dalam menjawabnya. Ketika mendengar saja
saya sudah gereget. Namun hal tersebut mungkin wajar karena beberapa peserta
ada yang baru pertama kali membuat visa, bahkan keberangkatan ke Australia
nanti merupakan pengalaman pertamanya ke luar negeri.
Namun, peserta yang sudah pernah keluar negeri
sekalipun mengajukan pertanyaan yang membuat saya menghela nafas panjang. Ada
bagian formulir yang meminta peserta mendaftar semua negara lain yang pernah
dikunjungi sebelumnya. Salah satu peserta bertanya, “Kalau saya pernah ke
Malaysia dan Singapura juga apakah perlu ditulis?” Dalam hati saya bertanya,
“Kira-kira apakah yang bertanya mengetahui bahwa Malaysia dan Singapura adalah
negara yang terpisah dari Indonesia? Pemahaman beliau tentang negara lain itu
seperti apa ya?”
Pada website aplikasi visa juga sudah
cukup jelas dicantumkan petunjuk pengisiannya. Ada petunjuk yang menyatakan, “Enter
the details of all travel to any country made by the applicant in the last 10
years.” Ada peserta yang bertanya, “Itu bener-bener semua travel harus
diisi sepuluh tahun terakhir? Banyak banget soalnya Pak. Setahun saya
bisa 7-8 kali ke luar negeri. Rapat sehari di Singapura juga mesti diisi?”. Pak
Ponco dengan santai menjawab bahwa semuanya harus diisi. Beliau menambahkan
bahwa ketentuan tersebut bukan dari beliau, melainkan dari Foreign Affairs Australia.
Hebatnya, Pak Ponco menanggapi dan menjawab seluruh pertanyaan tersebut dengan sabar. Beliau bahkan mau mengulang jawaban dari pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah ditanyakan oleh peserta lain atau sudah pernah beliau jelaskan sebelumnya. Tak pernah sekalipun beliau menjawab dengan ketus seperti, “Itu ‘kan sudah ada di buku petunjuk” atau “’Kan sudah pernah saya sampaikan tadi.”
Saya salut terhadap kesabaran Pak Ponco dalam menjawab dan memandu proses pembuatan visa para peserta. Ternyata beliau sudah terkenal di antara para penerima beasiswa, baik untuk short-term maupun long-term ke Australia. Saya perlu belajar dari beliau tentang kesabaran dalam pelayanan. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya selama proses pembuatan visa. Semoga Pak Ponco sekeluarga sehat selalu.
Komentar
Posting Komentar