Sebagai seorang pria, jika mendekar ada pria lainnya yang tertendang di bagian selangkangannya saya ikut merasa ngilu. Di berita beberapa kali disiarkan tentang kasus kejahatan yang sampai memotong kemaluan laki-laki. Membayangkannya saja saya sampai bergidik ngeri.
(Draft tulisannya masih bakal dirapihin lagi)
Di zaman
kerajaan-kerajaan Tiongkok dulu ada istilah eunuch. Istilah ini merujuk
kepada pria yang sudah kehilangan bagian penting dari tubuhnya.
Mereka biasanya bekerja di istana. Dahulu, sang kaisar memiliki banyak istri dan selir. Totalnya istri, selir, dan pelayan-pelayannya bisa mencapai dua ribu orang. Mereka tinggal di istana belakang (rear palace).
Untuk menjaga kehormatan dan kesucian wanita-wanita ini, ada kebijakan bahwa orang-orang yang mengurus bagian belakang istana ini hanya boleh wanita dan pria yang sudah dihilangkan kemaluannya. Termasuk dokter yang bekerja di sana pun harus dikebiri.
Dahulu,
kebiri merupakan salah satu bentuk hukuman juga. Tawanan perang yang dijadikan
budak juga seringkali dikebiri. Para tahanan atau pelaku kejahatan yang sudah
dibiri seringkali diperjakan di istana belakang.
(masih bingung gimana nyambungin ke cerita di novel)
Di novel The Hypothecary Diaries (Kusuriya no Hitorigoto), latar belakang ceritanya adalah Maomao, seorang tabib yang bekerja di istana. Ia bekerja di bawah komando Jinshi, seorang eunuch. Setiap membaca kata ‘eunuch’ saya jadi merasa ngilu. Padahal ini hanya cerita fiksi belaka.
Saya sempat
penasaran bagaimana proses pemotongan alat kelamin laki-laki tersebut. Dalam
hati saya bertanya, Bagaimana bisa buang air kecil kalau kemaluannya sudah
tidak ada lagi.
Bersambung . . .
Komentar
Posting Komentar