Bangunan yang menjadi ikon Sydney, bahkan Australia, adalah Sydney Opera House (SOH). Kalau menampilkan Sydney, bangunan yang seperti kulit kerang ini biasanya selalu muncul.
Ketika awal kedatangan
ke kota terbesar di Australia ini, tujuan kami adalah ingin melihat langsung
bangunan ikonik ini. Satu minggu setelah kedatangan masih belum ada kegiatan
khusus. Program persiapan sebelum kuliah (Introductory Academic Program,
IAP), baru dimulai pekan depannya. Jadi saya dan teman-teman Australia Awards
USYD berencana berwisata ke “keong mas” ini.
Pertama Kali Melihat Secara Langsung
Ketika datang,
kebanyakan dari kami tinggal di Queen Mary Building (QMB), akomodasi kampus
yang menjadi tempat tinggal sementara sembari mahasiswa mencari tempat tinggal
jangka panjang. Hari Rabu, 10 Januari, kami berencana ke SOH. Dari QMB
rombongan naik bis. Tujuannya adalah Circular Quay (CQ). Peta menunjukkan kami
perlu naik bus nomor 412.
Tak lama setelah
menunggu bis di halte dekat QMB, ada bis datang dengan angka yang dicari.
Masuklah kami ke bus tersebut.
Di perjalanan, kami
mengobrol. Tidak terlalu memperhatikan jalan. Tidak ada pula yang membuka peta.
Lama-lama, pemandangan
nampak janggal karena tempatnya semakin sepi. Hanya ada rumah-rumah saja
sepanjang jalan. Perjalanan juga sudah memakan waktu lebih dari 30 menit. Kalau
di estimasi awal, perjalanan dari QMB ke CQ kurang lebih 30 menit juga.
Saat kami mengecek
Google Maps, ternyata arahnya menjauh. Kami berjalan menuju arah sebaliknya.
Dengan panik, kami menekan tombol ‘STOP’ dan kemudian turun di
pemberhentian berikutnya.
Menoleh ke kanan dan
ke kiri, kami bingung. “Kita nyasar di tempat antah berantah”, kata
Niya. Sekitar kami hanya ada rumah penduduk, tidak ada penanda bangunan yang
berarti. Walaupun masih tengah hari, tidak terlihat ada orang di jalan. Mobil
yang lewat pun jarang.
Belakangan kami tau
ternyata tempat kami turun itu suburban yang bernama Marrickville. Kami salah
naik bus. Seharusnya naik yang destinasinya ke City, tetapi kami malah ambil
yang ke arah sebaliknya.
Setelah menunggu yang
rasanya cukup lama, ada bus yang tujuannya City dan mengangkut kami menuju arah
yang benar. Saat melewati daerah yang familiar, saya berseru, “Itu QMB. Bener
‘kan kita salah arah.”
Saat mulai mendekati
daerah dengan gedung-gedung tinggi. Bus berhenti. Penumpang yang lain turun.
Supir bus berseru, “Last stop, thank you.” Kami awalnya tidak paham,
tetapi akhirnya mengikuti penumpang yang lain untuk juga tap out dari
bus.
Kami bingung karena
mengira akan naik bus sampai Circular Quay. Ternyata bus tujuan City itu
berakhir di Martin Place dan penumpang masih harus berjalan sekitar 12 menit
untuk menuju CQ.
Ketika itu, kami juga
salah jalan. Bukannya langsung mengikuti jalan ke arah utara untuk menuju CQ,
tetapi kami malah memutar ke arah Royal Botanical Garden. Entah kenapa tidak
mengikuti peta ketika itu. Jadinya jalan kakinya lebih jauh. Awal Januari yang
bertepatan dengan puncak musim panas membuat energi cepat terkuras.
Drama salah bus dan
jalan yang memutar membuat ketika itu saya merasa Opera House sangat jauh.
Aksesnya juga tidak mudah. Rasanya ketika itu saya pernah berpikir untuk tidak
sering-sering ke sana.
Berkali-Kali Mengunjungi
Setelah lebih dari
satu tahun tinggal di Sydney, ternyata persepsi saya berubah jauh. Opera House
sama sekali tidak jauh. Tempat saya tinggal dan Circular Quay sama-sama ada di
juridiksi City of Sydney. Ada banyak moda untuk mencapainya, mulai dari bis, kereta,
hingga lightrail. Ada kereta langsung dari Stasiun Newtown, stasiun
terdekat dari rumah saya, ke Stasiun Circular Quay yang perjalanannya hanya memakan waktu sektiar 15 menit.
Selain itu, sering
sekali saya dan teman-teman berkunjung ke Circular Quay, baik itu untuk
mendatangi event, berwisata, atau sekedar main dan makan. Benar kata
Annie, salah satu SCO (Student Contact Officer) yang mengatakan kalau kami akan
melihat SOH ratusan kali selama tinggal di sini.
Kami juga sudah
berkesempatan melihat SOH dari berbagai sisi. Mengamati matahari terbit di
belakang Opera House dari atas Harbour Bridge, pernah. Menikmati matahari
terbenam dari Mrs Macquarie’s Chair, sering. Mengambil foto berlatar belakang
Opera House dari atas kapal juga sudah banyak koleksinya.
Menoton pertunjukan,
mulai dari musik klasik, konser ensemble remaja, hingga opera juga pernah.
Seringkali kami mendapatkan tiketnya gratis. Kami juga berkesempatan mengikuti
tur interior Sydney Opera House.
Karena sering
berkunjung, anggapan bahwa SOH itu jauh, sudah terkubur. Kalau dilihat-lihat,
selama satu setengah tahun ke belakang, destinasi yang paling sering saya
kunjungi itu Circular Quay, termasuk Sydney Operahouse, The Rocks, and Harbour
Bridge. Mungkin karena sudah terbiasa, dan tahu bagaimana akses yang cepat,
jadi sama sekali tidak terbebani untuk mengunjungi area ini terus-menerus.
Bahkan, belakangan ini
saya mulai mencoba berlari dari rumah ke Circular Quay. Tujuan akhirnya di
Sydney Opera House untuk melihat matahari terbit. Biasanya habis subuh langsung
keluar rumah dan tiba sejam kemudian untuk menutup olahraga pagi dengan menikmati
sunrise.
Persepsi saya yang
berubah tentang jarak dan perjalanan ke Sydney Opera House mungkin berasal dari
keterbiasaan. Dari yang awalnya mengira jauh dan sulit aksesnya, lama-lama jadi
senang mengunjungi karena ternyata sadar jaraknya yang tidak bergitu jauh dan
pilihan moda transprotasi untuk mencapainya yang beragam.
Komentar
Posting Komentar