Taiwan termasuk negara yang dianggap berhasil mengendalikan pandemi Covid-19. Terbukti dari 0 local case selama periode waktu yang cukup lama dan persentase kematian yang sangat rendah. Salah satu alasan keberhasilan ini karena Taiwan sangat membatasi akses orang luar untuk masuk ke negaranya dan kontrol yang ketat ketika kedatangan.
Setelah menutup border selama hampir dua tahun sejak awal pandemi, pada bulan Agustus 2021 Taiwan membuka kesempatan untuk mahasiswa asing berbeasiswa untuk masuk ke teritori Taiwan. Sempat tertunda dari tahun 2020, akhirnya saya mendapatkan entry permit dari Ministry of Education Taiwan untuk datang ke Taiwan dalam rangka belajar Bahasa Mandarin dari program Huayu Enrichment Scholarship. Entry Permit ini merupakan salah satu syarat dalam pengajuan visa. Pelajar yang akan berangkat diwajibkan untuk datang sesuai tanggal yang tertera pada surat izin masuk tersebut dalam rangka mengatur kapasitas kamar untuk karantina kedatangan.
Peraturan dari Center of Disease Control (CDC) Taiwan ketika itu karantina selama 14 + 7. Maksudnya adalah 14 hari compulsory quarantine (karantina wajib) dan 7 hari Self Health Management (SHM). Ketika karantina wajib, orang yang menjalani karantina tidak dapat keluar kamar sama sekali. Pada masa SHM orang tersebut dapat keluar rumah untuk hal-hal mendesak, seperti membeli makan, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan dan menghindari naik transportasi umum dan keramaian.
Kebetulan pada entry permit tercantum bahwa saya diizinkan untuk datang tanggal 16 Oktober 2021. Ketika itu Indonesia masih tergolong negara dalam red list, termasuk high risk country, dalam konteks penularan virus Covid-19. Akibatnya orang Indonesia harus karantina di fasilitas pemerintah. Namun biaya karantina sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Ternyata ketika akan berangkat pemerintah Taiwan mengumumkan bahwa per tanggal 17 Oktober 2021 Indonesia keluar dari daftar merah tersebut dan tidak dapat karantina di fasilitas pemerintah. Berjarak satu hari saja, teman saya yang tiba di Taiwan tanggal 17 Oktober atau setelahnya harus mengeluarkan biaya sendiri untuk karantina.
Kedatangan
Akses masuk lewat udara melalui satu pintu saja, Bandara Internasional Taoyuan. Ketika maskapai mendarat di bandara, penumpang dijemput oleh staf dari CDC (Center for Disease Control) atau MoE (Ministry of Education) yang memakai pakaian hazmat. Kami ditawakan untuk memberi SIM Card atau menukar uang terlebih dahulu di money changer khusus. Selanjutnya petugas akan mengecek SMS konfirmasi yang masuk dan link pengisian dari HDC. Setiap penumpang diberikan alat rapid test untuk melakukan tes mandiri di rumah setelah 28 hari.
Setelah proses pengecekkan selesai barulah kami melewati proses normal di bandara, yakni pengecekan barang bawaan untuk memastikan tidak membawa produk daging dan buah beserta olahannya, pengecapan paspor di imigrasi, serta pengambilan bagasi. Kemudian setiap orang diantarkan untuk masuk ke taksi yang akan mengantarkan ke tempat karantina masing-masing. Satu mobil hanya untuk satu penumpang saja. Tak lupa sebelum masuk kendaraan seluruh tubuh dan barang bawaan kami disemprot desinfektan.
Fasilitas Karantina
Saya mendapatkan tempat karantina grup di National Taiwan Sport University di Guishan District, Taoyuan City. Jadi tidak terlalu jauh dari bandara, waktu tempuhnya sekitar 30 menit saja. Ketika check in ada petugas dengan APD (Alat Perlidungan Diri) lengkap yang menjemput saya. Ia memverifikasi data diri kemudian memberikan kit yang berisi nomor kamar, petunjuk tinggal selama karantina, pulpen, masker, dan termometer. Gedungnya seperti asrama mahasiswa. Di sana tidak ada lift. Untungnya saya dapat kamar nomor 201, di lantai 2, jadi tidak terlalu lelah mengangkat kopernya.
Kamar tempat karantina selama 14 hari ini ternyata di luar ekspektasi saya. Satu orang diberikan satu kamar yang cukup luas, dengan kamar mandi dalam. Beruntungnya lagi kasur saya berukuran queen size di saat teman sekelas yang lain dapat single bed. Ada TV, router WiFi sendiri untuk tiap kamar dan bisa langsung log in tanpa password, meja belajar, sofa, pemanas air, telepon, papan pencuci dan sikat, serta gantungan baju. Ada juga dua buah handuk, pasta dan sikat gigi, sabun dan shampo, obat nyamuk, tisu, air minum sebanyak tiga botol 1,5 liter, serta beberapa snack. Kalau dibutuhkan kita dapat meminta barang-barang ini lagi kepada staf logistik. Pencahayaan kamar saya juga baik dan jendela kamarnya bisa dibuka. Ada juga teman sekelas yang tempat karantinanya tidak memperbolehkan membuka jendela dengan alasan virus Covid-19 varian delta bisa melayang-layang di udara. Jika ingin mencuci baju bisa di kamar mandi dan menggantungnya juga di sana.
Ketika pertama datang kami perlu mengisi identitas pada lembar isian tertulis. Pada formulir tersebut juga ditanya preferensi makanan. Saya memilih opsi vegetarian ovo lacto, tidak makan daging tapi masih bisa makan telur, keju, dan susu. Soalnya kalaupun memilih makanan biasa tapi hanya menulis tidak makan babi, belum tentu daging ayam dan sapinya halal (disembelih sesuai syariat Islam).
Kamar Tempat Karantina 14 Hari |
Pelayanan yang diberikan bagi penghuni terjadwal dan rapi. Pertama kami diwajibkan untuk mengukur suhu tubuh setiap jam 8 pagi dan jam 3 sore kemudian melaporkannya ke grup LINE. Caranya dengan mengambil foto hasil pengukuran dari termometer di atas kertas keterangan nomor kamar. Jadi tidak hanya sekedar menuliskan 36,5° atau 37,1° di chat saja. Makanan diantarkan tiga kali sehari. Sarapan antara jam 8-8.30, makan siang antara jam 12-12.30, serta makan malam antara jam 18-18.30. Sampah dibuang dengan menggunakan trash bag yang telah disediakan dengan diikat kencang setiap jam 3 sore.
Pelaporan Suhu Tubuh Dua Kali Sehari |
Di depan kamar ada kursi yang digunakan untuk menaruh makanan atau barang yang diminta. Kami tidak diperbolehkan membuka pintu sebelum ada pengumuman dan ketika membuka pintu untuk mengambil makanan atau membuang sampah diwajibkan mengenakan masker. Sempat saya merasa cukup lapar di pagi hari setelah olahraga dan mendengar di luar sudah ada yang menaruh makanan di depan kamar. Walaupun belum pengumuman saya mengambil makanannya duluan. Barulah kemudian diberi tahu agar menunggu pengumuman terlebih dahulu sebelum bisa ke luar kamar untuk mengambil makanan.
Koordinasi dengan staf fasilitas karantina dan pertanyaan-pertanyaan disampaikan melalui grup LINE. Pengumuman diberikan dalam bahasa Inggris dan Mandarin, jadi saya masih bisa paham. Total orang yang dikarantina bersama saya di periode yang sama sekitar 15-18 orang. Kalau dari member grup sepertinya ada 3 orang Indonesia lainnya. Stafnya sangat helpful menanggapi pertanyaan dan permintaan dari peserta karantina di grup. Jika butuhkan mereka akan langsung menghubungi jaringan telepon di kamar. Awal-awal memulai karantina saya sempat beberapa kelupaan mengukur suhu hingga ditelepon untuk mengirimkan foto hasil temperatur badan.
Pemeriksaan PCR dilakukan oleh dokter pada hari ke-2 dan satu hari sebelum keluar fasilitas. Dokternya yang datang langsung ke masing-masing kamar. Mereka mengetuk pintu dan kami langsung dicolok hidungnya sambil duduk di kursi depan kamar. Awalnya saya kira akan dikumpulkan di ruangan untuk menjalankan tes. Jadi setelah mendapatkan pengumuman di hari pertama saya memakai baju lengkap, membawa tas, dan memakai sepatu. Eh, ternyata cukup di depan kamar dan tidak butuh waktu lama. Apalagi karena saya tinggal di lantai 2 jadi waktu kedatangan dokter untuk tes lebih awal. Hasil tes diumumkan di grup LINE. Alhamdulillah semuanya negatif. Jika butuh hasil tertulis dapat diunduh di aplikasi National Health Insurance (NHI).
Kami diperbolehkan untuk memesan makanan atau memesan barang untuk dikirim ke fasilitas karantina. Beberapa kali saya lihat ada orang yang memesan dengan Food Panda atau Uber Eats. Saya sendiri cukup dengan makanan yang disiapkan, jadi tidak merasa butuh untuk memesan makanan tambahan. Setelah berjalan beberapa hari karantina di grup terlihat beberapa orang meminta air minum botol tambahan, dan staf merespon dengan baik.
Aktivitas untuk Mengisi Waktu
Lalu bagaimana rasanya tetap diam di kamar selama dua pekan? Saya pribadi tidak ada kendala khusus. Karena kesibukan kuliah dan pekerjaan jadi tetap beraktivitas seperti biasa. Toh yang penting ada jaringan internet. Tanggung jawab di kantor pun tetap dilaksanakan seperti biasa. Ketika di Bandung pun sejak WFH saja jarang keluar rumah. Merupakan hal yang wajar bagi saya tidak keluar rumah sama sekali selama beberapa lama. Bisa dibilang ini hanya pindah tempat kerja saja. Kalau ingin interaksi dengan orang, saya biasanya melepon keluarga di rumah dan ngobrol. Untuk menjaga kebugaran tiap pagi biasanya saya olahraga ringan seperti push up, sit up, dan plank di dalam kamar. Asalkan tidak bergerak berlebihan, seperti jumping jack, yang dapat mengganggu tetangga di bawah kamar, seharusnya tidak apa-apa.
Kuliah Online Saat Karantina |
Menu-menu makanan yang diberikan memang tidak terlalu banyak pilihan, tapi saya tidak ada komplain. Fasilitas sepertinya memesan satu satu tempat yang sama, namun karena bukan rumah makan vegetarian khusus jadi menunya terbatas. Makan pagi biasanya roti-rotian seperti sandwich, burger, dan bakpau, serta minuman gelas seperti teh, kopi, susu, susu kedelai, susu beras, dan jus jeruk. Makan siang biasanya nasi dengan lauk pauk dan buah seperti buah naga, nanas, dan jambu. Makan malam terkadang nasi atau mie dan buah, biasanya pisang. Untuk versi vegetarian lauk proteinnya berasal dari tahu dan ada jamur yang seolah-olah dibuat menyerupai daging. Karena menunya mirip dan tidak terlalu bervariasi, mungkin beberapa orang akan bosan. Tapi karena saya tidak pilih-pilih makanan jadi semuanya saya nikmati saja.
Beberapa Sampel Menu Sarapan |
Karena musim gugur, suhu sudah mulai sejuk sehingga saya hampir tidak pernah menyalakan AC. Malahan beberapa hari hujan terus dan udara cukup dingin. Saya jadi lebih sering berdekap selimut tebal. Baju kotor juga tidak terlalu banyak karena biasanya sambil mandi sambil mencuci baju dan langsung dijemur di kamar mandi. Biasanya besoknya sudah kering. Baju kaos yang saya bawa mayoritas berbahan dry fit jadi cepat kering.
Beberapa Menu Makan Siang dan Makan Malam yang Lezat |
Di pekan pertama saya karantina ada gempa! Hari itu Sabtu, 23 Oktober 2021, sekitar pukul 13 waktu setempat mulai terasa guncangan di kamar. Ketika itu saya lagi tidur-tiduran dan agak lambat menyadari bahwa tanah sedang berguncang cukup kencang. Panik, saya langsung membawa HP, memakai masker dan lari ke luar kamar. Ketika ingin turun tangga akhirnya getaran berhenti. Masih dengan jantung yang berdetak kencang, saya kembali masuk kamar. Dan ternyata ada notifikasi bahwa ada gempa, pusatnya di Yilan County, untungnya cukup jauh dari tempat sekarang. Tapi tetap ada peringatan agar tetap waspada karena tiga hari ke depan mungkin ada gempa susulan dengan skala di atas 4 richter. Barulah di grup LINE ada pengumuman dari staf untuk tidak panik dan mengikuti instruksi yang diberikan. Kampus pun langsung mengirimkan email mengenai notifikasi gempa dan tips untuk berlindung ketika getaran terjadi.
Hari-hari berlalu hingga tak terasa sudah hampir 14 hari menjalani karantina. Pada hari ke-13 kami menjalani tes PCR kembali dengan prosedur yang sama dengan sebelumnya, dokter datang ke masing-masing kamar untuk mengambil sampel. Alhamdulillah hasilnya negatif semua juga.
Kami diberikan notifikasi keberangkatan (departure notice) mengenai apa saja yang perlu dilakukan sebelum meninggalkan fasilitas seperti mengumpulkan sampah dalam tash bag dan menaruhnya di sebelah pintu, tidak mengambil barang-barang di kamar, serta hanya turun ketika kendaraan pemjemput sudah datang dan ada telepon pemberitahuan. Kampus perlu memesan kendaraan untuk menjemput masing-masing mahasiswanya di tempat karantina dan mengantarkan ke tempat Self Health Management (SHM). Saya perlu membayar sendiri. Untungnya biaya tidak terlalu tinggi, 700 NTD (sekitar Rp350 ribu). Padahal jaraknya cukup jauh. Saya dijemput tepat pukul 9.30 dengan sebuah sedan Lexus.
-
Pengalaman merasakan karantina pada fasilitas pemerintah Taiwan di tempat Group Quarantine Facility yang saya rasakan memuaskan. Fasilitasnya lengkap, pelayanannya baik, protokol kesehatannya ketat, dan jika bisa mengatur fokus pikiran seharusnya tidak akan merasa bosan. Apalagi karena biayanya ditanggung negara, sebenarnya tidak ada hak untuk kompain. Tujuan karantina ini baik, bukan untuk mengurung orang yang baru datang dari rantauan, tapi untuk menjaga warga di dalam negara dari penularan asing yang tidak diinginkan.
Komentar
Posting Komentar