Generation gap (celah antar generasi) biasanya sering terdengar di kerja ketika membicarakan kebiasaan kerja yang berbeda antara millenials dengan generasi Z atau generasi X. Katanya anak-anak milenials lebih suka perpindah-pindah pekerjaan dalam waktu cepat dibandingkan generasi pendahulunya yang cenderung lebih setia bertahan di satu tempat kerja yang sama.
Di rumah
tangga juga sering ada cerita-cerita kesalahpahaman akibat beda generasi antara
ayah dan anak. Saya merupakan salah satu yang merasakannya baru-baru ini.
Kesalah pahaman ini terjadi antara saya dan Gandhi, sepupu yang beda usianya
sekitar 10 tahun lebih muda.
Saya
senang menggunakan MP3 player untuk memutar musik saat sedang
berolahraga atau naik sepeda.
Alasannya karena lebih mudah untuk mengacak lagu. Saya hanya tinggal menekan tombol
next tanpa perlu melihat layar. Pada layar sentuh di ponsel, agak sulit
untuk menekan tombol tanpa melihat. Selain itu saya masih lebih senang
menggunakan headset yang memiliki kabel. Ada sedikit kekhawatiran headset
bluetooth akan jatuh ke jalan saat sedang menggunakannya sambil naik
sepeda. Belum lagi beberapa lagu yang sering saya dengarkan tidak
ada di platform streaming musik seperti Spotify. Jadi saya lebih
senang mengunduh file MP3-nya. Biasanya saya mencari video musik di YouTube dan
mengonversinya ke format .mp3.
MP3 Player Tanpa Layar Sentuh dan Bluetooth
Melihat
saya memakai MP3 player, Gandhi juga tertarik untuk membeli pemutar
musik yang sama. Akhirnya ia pun membelinya di marketplace online. Kesalahpahaman
mulai terjadi ketika barangnya sudah datang dan Gandhi bertanya bagaimana cara
memasukkan lagu ke dalamnya.
“Langsung copy
ada file MP3-nya. Bisa juga pake MicroSD card,” jawab saya. Saya sudah
terbiasa mengunduh lagu dari internet. Letak kesalahan saya adalah berpikir Gandhi
juga biasa melakukan hal yang sama.
“Ini bisa
langsung copy dari Spotify, Mas Adit?” tanya Gandhi bingung. Playlist
lagu yang biasa didengarkan ada pada aplikasi pemutar musik tersebut. Gandhi
juga tidak pernah mengunduh file .mp3 seperti yang biasa saya lakukan. Jadi ia
kebingungan ketika saya membicarakan file .mp3.
Di
sini saya sadar adanya generation gap antara sepupu yang beda usia. Apa
yang saya alami, belum tentu sama dengan yang saudara saya alami walaupun kami
tumbuh besar di lingkungan yang sama. Waktu menjadi pembeda terbesar terhadap
pemahaman dan pergaulan kami.
Ketika
menceritakan hal ini kepada Kakak saya, ia mengingatkan kembali, “Your map
is not the territory, Dit.” Apa yang saya pahami terhadap sesuatu hal,
bukanlah realitas yang terjadi untuk keseluruhan. Bukan berarti apa yang sama
pahami tentang unduh dan menyalin file musik berlaku umum untuk semua orang.
Bahkan orang dalam keluarga, tetapi beda generasi, bisa jadi tidak paham dengan
yang biasa saya lakukan. Jadi untuk dapat memahami orang lain, saya perlu memperluas
teritori peta dengan mencoba memahami alur berpikirnya dan dengan
mempertimbangkan perbedaan generasi.
Komentar
Posting Komentar